Rabu, 23 November 2016

Indonesia Traditional Weapons

Senjata tradisional merupakan produk budaya yang lekat hubungannya dengan masyarakat. Selain digunakan untuk berlindung dari serangan musuh, senjata tradisional juga digunakan dalam kegiatan berladang dan berburu. Lebih dari fungsinya , senjata tradisional kini menjadi identitas suatu bangsa yang turut memperkaya kebudayaan bangsa.

Mungkin anak muda zaman sekarang sudah langka yang tertarik dengan kebudaya negara tercinta Indonesia ini. Karena kebanyakan dari mereka terlalu sibuk dengan urusan seperti pacaran, ke salon, shoping, nonton atau yang lainnya.

"Mari kita sadarkan generasi penerus bangsa ini"

Berikut adalah senjata tradisional dari beberapa daerah di Indonesia

PEDANG JENAWI


merupakan senjata tradisional yang dimiki oleh Riau. Senjata pada zaman dahulu digunakan sebagai alat untuk melindungi diri dari ancaman lingkungannya, misalnya saja untuk melawan binatang buas atau untuk kelengkapan berperang melawan suku lain.
Namun, sekarang ini senjata tradisional lebih digunakan sebagai kelengkapan pakaian adat. Biasanya, pedang ini digunakan oleh panglima perang. Panjang pedang ini bisa mencapai satu meter dan di ujung pegangannya ada tonjolan kecil.
PARANG 


Senjata tajam yang terbuat dari besi biasa. Bentuknya relatif sederhana tanpa pernak pernik. Kegunaannya adalah sebagai alat potong atau alat tebas (terutama selak belukar) kala penggunanya keluar masuk hutan. Parang juga digunakan untuk pertanian.
Di Kalimantan parang juga disebut sebagai ambang.
Parang juga merupakan senjata khas orang Melayu di kampung-kampung pada zaman dahulu. Sedangkan masyarakat Melayu di Jawa dan Sumatra menjadikan parang sebagai salah satu senjata pertempuran.


KUJANG 


Kujang adalah sebuah senjata unik dari daerah Jawa Barat. Kujang mulai dibuat sekitar abad ke-8 atau ke-9, terbuat dari besi, baja dan bahan pamor, panjangnya sekitar 20 sampai 25 cm dan beratnya sekitar 300 gram.
Kujang merupakan perkakas yang merefleksikan ketajaman dan daya kritis dalam kehidupan juga melambangkan kekuatan dan keberanian untuk melindungi hak dan kebenaran. Menjadi ciri khas, baik sebagai senjata, alat pertanian, perlambang, hiasan, ataupun cindera mata.
Menurut Sanghyang siksakanda ng karesian pupuh XVII, kujang adalah senjata kaum petani dan memiliki akar pada budaya pertanian masyarakat Sunda.
  

KERIS 


Keris adalah senjata tikam golongan belati (berujung runcing dan tajam pada kedua sisinya) dengan banyak fungsi budaya yang dikenal di kawasan Nusantara bagian barat dan tengah. Bentuknya khas dan mudah dibedakan dari senjata tajam lainnya karena tidak simetris di bagian pangkal yang melebar, seringkali bilahnya berkelok-kelok, dan banyak di antaranya memiliki pamor (damascene), yaitu terlihat serat-serat lapisan logam cerah pada helai bilah. Jenis senjata tikam yang memiliki kemiripan dengan keris adalah badik. Senjata tikam lain asli Nusantara adalah kerambit.
Pada masa lalu keris berfungsi sebagai senjata dalam duel/peperangan,sekaligus sebagai benda pelengkap sesajian. Pada penggunaan masa kini, keris lebih merupakan benda aksesori (ageman) dalam berbusana, memiliki sejumlah simbol budaya, atau menjadi benda koleksi yang dinilai dari segi estetikanya.
Keris Indonesia telah terdaftar di UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Non-Bendawi Manusia sejak 2005
CLURIT 

Sabit, arit, atau celurit adalah alat pertanian berupa pisau melengkung menyerupai bulan sabit. Meskipun bentuknya sama, secara bahasa arit dan sabit cenderung merujuk pada alat pertanian, sedangkan celurit pada senjata tajam. Orang yang pekerjaan sehari-harinya menggunakan sabit sebagai alat utama adalah Tukang ngarit.

KERIS ( BALI ) 


Di Pulau Dewata, keris pun dilestarikan sebagai pusaka sakral dan bagian dari tradisi.

Secara historis, keris Bali merupakan cerminan dari kekuatan ekspansi kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa, khususnya Kerajaan Majapahit. Pada era modern, fungsi keris pun beralih dari senjata menjadi pengayom. Itulah sebabnya, masyarakat adat di Bali tidak pernah lupa menyematkan keris dalam setiap kegiatan. Pande-pande penempa keris pun terus dilestarikan hingga sekarang.

Empu-empu keris di Bali tersebar di beberapa daerah, seperti Kusamba Klungkung hingga Denpasar. Sebenarnya, di setiap kabupaten ada dan dilestarikan, karena keris adalah bagian dari kebudayaan dan adat istiadat masyarakat Bali. Sejarah perkerisan di Bali sebenarnya tidak jauh berbeda dengan di daerah lain di Nusantara. Di provinsi beribukota Denpasar itu, seni menempa keris telah berkembang sejak 1343, yaitu ketika Bali ditundukkan oleh Kerajaan Majapahit. 

Karena penaklukkan oleh Majapahit itu, di Bali banyak raja-raja yang datang dari Jawa. Mereka turut serta membawa empu-empunya ke Bali. Dari situlah lantas para penempa dan empu-empu yang sudah ada di Bali bergabung dengan empu-empu yang datang dari Majapahit. Sejak saat itu, berkembanglah tradisi empu keris di Bali sampai saat ini. Jadi, sebenarnya keris Bali banyak dipengaruhi oleh gaya Majapahit.
  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar